Saturday 17 September 2022

Jelajah Wisata Budaya: Kawasan Adat Ammatoa Kajang Kabupaten Bulukumba

Suasana Foto Bersama di Kawasan Adat Ammatoa Kajang

Setiap daerah memiliki banyak keunikan tersendiri dan ciri khas tersendiri yang membuat para wisatawan tertarik untuk mengunjunginya. Oleh karena itu, Kegiatan Jelajah Wisata Budaya Tahun 2022 Gugusdepan Kota Makassar 08-095 & 08-096 Pangkalan Universitas Negeri Makassar melakukan penjelajahan ke salah satu desa yang ada di Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan yang di sebut Kawasan Adat Ammatoa Kajang.

Bulukumba merupakan daerah yang dikenal dengan pesona keindahan wisata baharinya tetapi tak hanya itu terdapat sebuah Kawasan yang sangat unik dan tak banyak yang mengetahui tentang Kawasan tersebut.

Tim penjelajah (Anggota) dari UKM Pramuka UNM pun melakukan penjelajahan ke Kawasan tersebut pada hari Minggu 18 September 2022. Selama penjelajahan di Kabupaten Bulukumba kami juga di dampingi oleh Kak Musdar Asman S.Pd., M.Si, Kak Hj. Sumiati Patimari S.Pd., M.Pd selaku pembina Ambalan Ranggong Dg. Romo & Opu Dg. Risadju  dan Kak Mustainah S.Pd., S.I.Pem, MM selaku Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Gugusdepan.

Suasana Foto Bersama di Kawasan Adat Ammatoa Kajang

Kawasan Adat Ammatoa Kajang merupakan sebuah desa yang sudah ada sejak zaman penjajahan yang terletak di  Desa Tana Toa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Memiliki hukum adat yang ekstrem dan sakral membuat suku adat ammatoa menjadi suku yang sangat ditakuti dan menjadi daya tarik bagi setiap orang yang ingin mengenal suku adat Ammatoa yaitu kehidupan masyarakatnya yang unik dan kebudayaannya yang masih terpelihara dengan baik. Adat dan budaya yang sangat di pertahankan hingga sekarang membuat kawasan tersebut menjadi banyak perbincangan di kalangan masyarakat.

Perjalanan memasuki kawasan tentunya para wisatawan tidak diperbolehkan memakai alas kaki dan tidak boleh memakai celana. Tidak jauh dari luar kawasan terdapat sebuah rumah yang menjadi batas kami bisa mengambil gambar dan membawa kamera. Perjalanan kami menuju rumah ammatoa di pandu oleh salah satu Pemangku Adat dari ammatoa sendiri.

Pada saat kami sampai di dalam kawasan keberuntungan pun kami dapatkan karena ammatoa ada di dalam rumahnya. "Tak banyak para wisatawan yang beruntung bertemu dengan ammatoa" ucap pemangku adat ammatoa. Ternyata ammatoa sendiri kadang tidak bisa di temui oleh para wisatawan. Ammatoa sediri merupakan pemimpin di desa tersebut.

Sistem kepemimpinan seperti yang telah di sampaikan oleh ammatoa bahwasanya yang menjadi pengganti ammatoa adalah keturunan dari ammatoa itu sendiri yang benar2 siap menjadi pemimpin atau Ammatoa selanjutnya. Masa pergantian ammatoa akan dilaksanakan setelah 3 tahun kematian ammatoa sebelumnya namun salah satu penduduk dari luar kawasan ammatoa mengatakan bahwa ammatoa diganti tergantung rezekinya jadi bisa kurang dari 3 tahun atau lebih.

Suasana Foto Bersama di Kawasan Adat Ammatoa Kajang

Warna hitam sudah sangat melekat dengan penduduk desa tersebut. Bentuk rumahnya sama dan menghadap ke satu arah, keunikan yang lainnya dapur dari setiap rumah berada di depan sehingga ketika kita memasukinya kita akan di suguhkan langsung oleh pemandangan dapur. Selain itu juga, kawasan ini tidak tersentuh dengan teknologi, bahkan listrik sekalipun. Desa ini juga sangat menjunjung tinggi etika kesopanan.

Ammatoa juga menjelaskan adat dalam pernikahan seorang wanita bisa menikah jika sudah pintar memasak maka dari itu kenapa dapur di setiap rumah berada di depan agar dapat di lihat bahwa anak-anak gadis sudah pandai memasak. Sedangkan untuk laki-laki harus sudah bisa bekerja dalam artian sudah siap menafkahi pasangannya ketika sudah menikah.

Kawasan tersebut masih menyimpan banyak keunikan yang dapat menarik para wisatawan untuk datang mencari tahunya. Namun kita belum tahu sampai kapan adat tersebut bisa bertahan karena saat ini sudah banyak perubahan yang terjadi seperti orang dari kawasan tersebut bisa menikah dengan orang luar dan ini bisa saja berdampak pada kebudayaan mereka jika terjadi secara besar-besaran.

 

Penulis : Sitti Mutmadania

Load disqus comments

0 comments