Penari Paduppa UKM Pramuka UNM
TARI PADUPPA: KEARIFAN
LOKAL PENYAMBUTAN TAMU RUMPUN BUGIS-MAKASSAR
Mahdalena[1]
ABSTRAK
Artikel ini membahas tari Paduppa sebagai salah satu
kearifan lokal Bugis-Makassar yang sering ditampilkan untuk menyambut tamu.
Pembahasannya diarahkan pada sejarah tari Paduppa,
substansi, relevansinya dalam kehidupan, serta nilai-nilai yang terkandung
dalam kearifan lokal tari Paduppa. Dikatakan
bahwa dahulu tarian ini ditarikan kepada raja-raja dalam suatu acara pesta adat
dan perkawinan. Namun seiring perkembangan, tari Paduppa dapat ditampilkan pada event
apapun dan bebas ditarikan siapa saja (perempuan). Tari Paduppa diiringi dengan musik khas,
dibawakan oleh perempuan berbaju bodo, serta
gerakan menabur beras dalam makna penghormatan kepada tamu.
Jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian library
research (penelitian pustaka), yaitu penelitian yang bersumberkan pada
studi kepustakaan, dengan mengkaji buku-buku maupun karya ilmiah yang
ada sebagai informasi untuk mencari penjelasan lebih lanjut
mengenai permasalahan yang akan diteliti.
Kata Kunci : Paduppa, Kearifan Lokal, Budaya
PENDAHULUAN
Warna-warni budaya dan tradisi di Indonesia atas
keanekaragaman dan keunikannya membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa
yang majemuk. Berbagai budaya yang dimiliki suatu bangsa, baik tradisi,
nilai-nilai budaya maupun adat-istiadat mempunyai jati diri dan keunikannya
masing-masing. Budaya tentu sangat erat kaitannya dengan masyarakat, sebab
masyarakat adalah pencipta sekaligus pewaris kebudayaannya sendiri.
Sulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah di bagian
Timur Indonesia. Secara geografis, sebelah Barat berbatasan dengan Selat
Makassar, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores, sebelah Tenggara
dengan Teluk Bone dan sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi
Tengah.Gunung-gunung dengan ketinggian yang bervariasi membentuk dataran tinggi
di wilayah Bone, Maros, Enrekang dan Toraja. Keadaan alam dari topografi
wilayah Sulawesi Selatan mempengaruhi ragam
budaya dan suku-suku yang ada.
Sulawesi Selatan dengan budayanya yang sangat kental
berasal dari empat etnis asli yaitu Bugis, Makassar, Toraja, dan Mamasa. Masing-masing
rumpun dari suku-suku yang menghuni Sulawesi Selatan tentu mempunyai perbedaan
kebudayaan masing-masing. Rumpun suku Bugis dapat dikatakan sebagai rumpun terbesar
di Sulawesi Selatan, mendiami wilayah Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai,
Sidenreng Rappang, Barru, Pinrang, dan Pare-Pare. Sementara Pangkajene
Kepulauan dan Bulukumba merupakan daerah peralihan yang juga dihuni oleh rumpun
Makassar.[2]Sulit
untuk memisahkan kedua rumpun ini, maka dari itu sering disebut Bugis-Makassar.
Kebudayaan merupakan hasil karya cipta manusia. Budaya lahir dan berkembang di tengah masyarakat pendukungnya. Secara umum, kebudayaan lahir dari kesenian-kesenian lokal pada komunitas tertentu. Tak terkecuali di Sulawesi Selatan, banyak macam kesenian lokal yang hingga kini masih dapat dirasakan antara lain Mappadendang Ogi, Ma’badong, tari Pagellu, Genrang Ogi, Gandrang Bulo, upacara Mappande Banua, Suling Bulatta, upacara adat Gaukang, dan masih banyak lagi, baik upacara, tarian, maupun permainan. Dari semua kearifan lokal yang ada, inilah yang memperkaya khazanah tradisi yang melahirkan nilai-nilai sosial maupun kepercayaan yang menarik. Salah satu tradisi lokal yang yang seringkali disaksikan dalam pembukaan suatu acara ialah tarian Paduppa. Tari Paduppa sebagai tari tradisional suku Bugis-Makassar yang identik dalam penyambutan tamu memiliki sejarah, nilai-nilai kearifan lokal serta relevansinya dalam kehidupan yang akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.
PEMBAHASAN
Sejarah Tari Paduppa
Tari adalah
salah satu jenis gerak selain senam, bela diri, akrobatik, atau pantomime.
Sebagai seni, tari memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan seni-seni lain. Seni
tari secara umum memiliki aspek-aspek gerak, ritmis, keindahan, dan ekspresi.
Selain itu, seni tari memiliki unsur-unsur ruang, tenaga, dan waktu. Ruang
berhubungan dengan posisi, tingkatan, dan jangkauan.[3]
Posisi berhubungan dengan arah hadap dan arah gerak. Arah hadap, seperti
menghadap ke depan, ke belakang, serong kanan, dan serong kiri, arah gerak,
contohnya menuju ke depan, ke belakang, memutar, atau zigzag. Tingkatan
berhubungan dengan tinggi rendahnya posisi duduk dan level tinggi dengan posisi
kaki dijinjitkan atau dengan meloncat-loncat. Jangkauan berhubungan dengan
gerak yang panjang atau pendek, gerak yang besar atau kecil.[4]
Tenaga sangat dibutuhkan dalam seni tari karena dengan tenaga, tari yang
ditampilkan lebih kreatif, salian itu penghayatan dan pemaknaan juga sangat di
perlukan.
Seni tari
merupakan salah satu bentuk ungkapan pertunjukkan yang sudah lama keberadaannya
atau telah hadir dari zaman dahulu dan berkembang hingga saat ini. Dahulu, seni tari menjadi bagian
terpenting dari berbagai ritual kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan
siklus hidup manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Hubungan
dengan tingkah laku, khususnya individu, maupun sebagai ungkapan syukur,
menolak ancaman bahaya gaib, baik dari luar maupun lingkungan sekitar, dan
sebagai pengakuan bahwa yang bersangkutan telah menjadi warga baru dalam
lingkungan sosialnya, misalnya seperti tarian dalam ritual kelahiran, khitanan,
perkawinan dan kematian.[5]
Paparan di atas sejalan dengan pendapat Soedarsono, mengungkapkan bahwa di
lingkungan masyarakat Indonesia yang masih sengat kental nilai-nilai kehidupan
agrarisnya,
sebagian besar seni tari pertunjukannya memiliki fungsi ritual. Fungsi ritual
itu bukan saja berkenaan dengan peristiwa dan hidup yang dianggap penting
misalnya kelahiran, potong gigi, potong rambut pertama, turun tanah, khitan,
pernikahan serta kematian, berbagai kegiatan dianggap penting juga memerlukan
seni pertunjukan, seperti misalnya berburu, menanam padi, panen, bahkan sampai
pula persiapan untuk perang.
Karena itu,
fungsi, peranan dan
jenis-jenisnya pun sangat berhubungan dengan masyarakat dan budaya setempat.
Bahkan dalam perkembangannya, seni tari dipengaruhi oleh perkembangan
masyarakat dan budayanya. Fungsi dan peranan seni tari sebagai suatu kegiatan,
seni tari memiliki beberapa fungsi, yaitu seni tari sebagai sarana upacara,
seni tarisebagai hiburan, seni tari sebagai media pergaulan, seni tari sebagai
penyaluran terapi, seni tari sebagai media pendidikan, seni tari
sebagaipertunjukan, dan seni tari sebagai media penyucian rohani.
Sebagaimana yang
di sebutkan dalam buku Cristian Pelras bahwa pada zaman dahulu para orang orang
terdahulu menghibur dirinya dengan menyayi dan menari-nari walupun iya
kadang menari tarian sere Maloku, namun demikian tidak ada
teks secara pasti bagaimana tradisi menari ini terlebih lagi mengenai pembacaan
naskah yang beriraman sebagai mana tradisi massure dalam la galigo. Ini lah merupakan
buktih bahwa tari-tarian sudah ada sejak abat ke sebelum abad ke 20.[6]
Sehingga masyarakat Bugis-Makssar khususnya, memiliki beragam jeni tari-tarian
seperti misalnya tari gandrang bulo,
tari pakarena, tari ma’badong, tari pa’gellu, tari kipas
dan tari paduppa.[7]
Jenis tarian yang di sebut terahir merupakan tarian asli Bugis Makassar yang di selenggarakan untuk
menyambut seorang, baik dalam pesta adat ataupun acara formal dan non formal.
Tari paduppa biasanya dilakukan
oleh beberapa orang dengan jumlah
ganjil
yang di iringi dengan musik asli tradisional Bugis-Makassar.[8]
Pertunjukan seni tari paduppa
sebelumnya di sakralkan tapi seiring dengan perkembangan zaman sudah mulai di
lakukan mulai dari event kecil sampai
pada event nasional bahkan ditampilkan dalam pergelaran internasional.[9]
Tari paduppa merupakan salah satu tari yang sangat
indah dipandang dan memiliki banyak makna yang terkandung, namun tidak semua
orang mengetahuinya, sebab adanya perbedaan pemahaman mengenai tari paduppa
di setiap tempat.Selain
itu, tarian ini
menggunakan bossara,[10]sebagai
alat pelengkap
yang digunakan pada saat melakukan tarian ini dengan menabur beras.Pengetahuan
masyarakat akan tari paduppa masih kurang, terutama pada anak remaja masa kini,
zaman yang sudah modern dengan kecanggihan teknologi membuat tari-tari
tradisional tertinggal dengan adanya dance.
Seharusnya kita sebagai penerus atau pelestari identitas kebudayaan tari itu sendiri patut melestarikan
tari-tari tradisional ini sebagai bagian dari kearifan lokal daerah.
Tari paduppa pada awalnya di gunakan untuk
menjamu khusus bagi
raja-raja
dan tamu agung saja pada pesta
adat maupun pesta perkawinan. Tarian
inipun hanya dapat dibawakan oleh wanita dari keturunan bangsawan. Namun
seiring waktu, tarian ini diselenggarakan pada acara apapun, baik penyambutan
tamu, khitanan, pesta pernikahan, dan kegiatan lainnya. Terlebih tarian ini
dapat dinikmati dan dilakukan oleh siapa saja (wanita). Tarian ini dilakukan
dengan menggunakan baju bodo[11]dan
segala aksesoris khas baju adat Bugis seperti kalung, anting, gelang, dan
bando.untuk
mengetahui makna tari Paduppa sebaiknya kita harus mengetahui dahulu apa
makna dari lagu Ongkona Sidenreng, karna tari Paduppa sebenarnya
berasal dari lagu tesebut. Lagu Ongkona Sidendreng merupakan makna dari
tari paduppa,[12]tetapi
dalam memainkan atau mementaskan tari paduppa hanya diiringi dengan instrumen
musik saja, tidak dengan menyanyikan lagu tersebut.
Lirik lagu ongkona sidenreng:
Tenna bo ri ulunna
Alla tenna bosi
Tenna bosi ri ulunna
Na lempe ri to’danna
Na lempe ri to’danna
Na mali lebbae
Na mali lebbae
Iya lebba mutaroe
Alla iya lebba
Iya lebbe mutaroe
Tassape teng malulu
Tassape teng malulu
Nateya lajo unga
Naeya lajo unga
Lajo unga ri sesasi
Alla lajo unga
Laju unga ri sesasi
Sabbe siri jaisi
Sabbe siri jaisi
Na baru paimeng
Na baru paimeng
Mau ribaru paimeng
Alla mau ribarul
Mau ribaru paimeng
Teng pada-pad tona
Teng pad-pada tona
Ri munga melle’na
Ri munga melle’na
Arti lagu ongkona
sidenreng
“Andaikan hujan di gunung, maka hujanlah, banjir di muara menghajutkan kotoran-kotoran, persis yang kamu simpan itu yang kamu simpan, tidak rusak dan tidak kotor serta tidak kusut, kain yang robek maka jahitlah, sampai kelihatan bagus kembali, biar sudah bagus dilihat bagus tidak sama juga saat pertama muncul”
Jika dilihat dari arti dari lagu tersebut tidak ada keterkaitanya sama sekali tapi kita lihat dari makna dari lagu tersebut. Lagu Ongkona Sidenreng memiliki hentakan-hentakan yang ceria sedangkan dari segi kepribadian penari yang membawakan tari Paduppa dengan senyuman harapan tamu-tamu yang disambutnya bisa meninggalkan sifat-sifat yang buruk dan hal-hal yang baik bias menghampiri atau mendatangi kehidupan para tamu. Mengenai kapan pertamakali tari paduppa diciptakan dan diselenggarakan, tidak ada sumber yang pasti. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tari paduppa merupakan tarian khas Bugis-Makassar yang sudah berkembang dan dikenal.
Kearifan Lokal Tari Paduppa
Kearifan
Lokal menurut kamus, terbagi atas dua kata yaitu kearifan (wisdom) yang artinya kebijaksanaan dan lokal (local) yang artinya setempat, sehingga kearifan lokal dapat di pahami
sebagai gagasan setempat yang bersifat bijaksana, yang penuh nilai-nilai yang
diyakini dan ditaati oleh masyarakatnya. Sartini dalam menggali kearifan lokal
melalui kajian fisafat menggali tentang local
genius sebagai local wisdom.[13]
Sehingga dalam local genius harus ada
unsur-unsur sebagai berikut:
1.
Dapat
bertahan dari budaya atau pengaruh dari budaya luar.
2.
Memiliki
kemampuan mengakomodasi unsur-unsur yang dapat merupakan
budaya asli
3.
Mempunyai
kemanpuan mengintegrasikan unsur budaya kedalam
budaya asli
4.
Mampu
mengendalikan perkembangan.
5.
Mampu
mengarahkan perkembangan budaya.[14]
Setiap daerah pasti memiliki
kebudayaan yang berbeda-beda dan memiliki cara tersendiri dalam menjaga
keutuhan budaya mereka agar tetap menjadi local
genius, sehingga bisa menjadi budaya yang memiliki kearifan lokal yang
sangat berpengaruh dalam masyarakat di tempat tersebut. Dalam masyarakat Bugis-Makassar
sendiri banyak tradisi yang dapat dikaji nila-nilai kearifan lokalnya, mulai
dari upacara adat, seni musik, permainan tradisional, dan seni tari yang
beraneka ragam.
Tari paduppa merupakan bagian dari budaya masyarakat Sulawesi Selatan
secara umum dan masyarakat Bugis-Makassar pada khususnya yang tidak dapat
dipisahkan yang diwariskan secara turun-temurundari satu generasi kegenerasi melalui
pengajaran dan pemahaman atas tari paduppa.
Di dalam tari ini memiliki makna penghormatan kepada raja, tamu raja, dan orang
orang yang di hadapkan dengan tarian ini, walaupun demikian dilihat sekarang
ini tidak bisa dipungkiri sebahagian masyarakat Bugis-Makassar tidak lagi dapat
memahami makna yang ada dibalik megahnya penampilan tari paduppa. Tidak adanya keseriusan pemahaman tentang makna dalam
menghayati setiap gerakanya, dan yang terpenting ingin mempelajari tari
tersebut.Menurut para informan, tari paduppa pada zaman dahulu hanya bisa
dibawakan oleh wanita yang merupakan keturunan bangsawan saja, tetapi dengan
berkembangnya waktu tari paduppa hingga saat ini bisa ditarikan oleh siapa saja
asalkan dia wanita karena tidak ada penari paduppa itu lakilaki.[15]
Sehingga perempuan yang berperang sangat penting dalam tarian ini.
Posisi tari paduppa sekarang ini sudah terkenal meluas, bahkan di pentaskan dalam event internasional. Sehingga dengan posisinya sekarang ini membuat eksistensi tarian paduppa menjadi dikenal luas. Keberhasilan orang-orang yang menyampaikan pesan tersirat dalam tari paduppa dikatakan sukses ketika membuat para penikmat seni itu kagum dan mampu memahami pesan yang ingin di sampaikan oleh penari. Masyarakat Bugis-Makassar menjaga tari paduppa dengan cara menampilkan kepada publik bahwa ini tari paduppa asli berasal dari suku Bugis Makassar, dengan tetap menjaga keaslian gerak tari paduppa.
Relevansi Tari Paduppa
dan pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-hari
Berbicara
relevansi tari paduppa, sebenarnya menggajarkan kita bagaiamana menjamu,
menghormati seseorang yang datang atau seorang pemimpin.Sebagaimana yang
menjadi pesan-pesan dalam Bugis Makassar, mengajarkan kita menghargai
orang-orang yang datang atau pemimpin dan merajakan tamu. Bukan lagi hal yang
baru dalam Bugis Makassar mengenai tatanan pangadereng
terlebih lagi setelah masuknya Agama Islam dan ditambahkan Sara’, sehingga merubah seluruh tatanan masyarakat Bugis Makassar.
Secara umum salah satu dasar unsur Pangaderreng
antara lain asas mappallaiseng.
Yang diwujudkan dalam manifestasi Ade’
untuk memberikan batas-batas yang jelas tetang hubungan antara manusia dan
lembaga-lembaga sosialnya, sehingga masyarakat terhindar dari ketidaktertiban,
kekacauan dan lain-lain.
Dalam asas ini di ajarkan bagaimana hubungan antara manusia dan lembaga-lembaga sosial, agar setiap masyarakat mampu hidup rukun dan tidak timbul kekacauan, sehingga salah satu untuk menjaga kesopanan terhadap orang lain terlebih lagi terhadap seorang tamu. Dalam masyarakat Bugis Makassar. Selain itu tari ini dilihat dari nilai keindahan, menampilkan para wanita cantik Bugis Makassar dalam membawakan tari-tarian pada umumnya dan tari paduppa pada Khususnya. . Fungsi dan peranan tari Paduppa sebagai suatu kegiatan, tari ini memiliki beberapa fungsi, yaitu tari paduppa sebagai sarana upacara, taripaduppa sebagai hiburan, tari paduppa sebagai media pergaulan, tari paduppa sebagai penyaluran terapi, seni tari sebagai media pendidikan, tari paduppa sebagaipertunjukan, dan tari paduppa sebagai media penyucian rohani.
Kesimpulan
Sebagai salah satu kearifan lokal budaya Sulawesi Selatan, tari paduppa telah berkembang dari penggunaannya yang khusus untuk menyambut raja, kemudian sekarang bahkan dapat ditampilkan dalam event apapun. Nilai penghormatan kepada sesama, terutama pemimpin merupakan nilai yang paling menonjol dalam makna tari paduppa. Merajakan tamu adalah nilai kebudayaan Bugis-Makassar yang masih berkemmbang hingga saat ini.
Daftar
Rujukan
Andarningrum, Hapsari Dyannita,
2010. Pengaruh tari komtemporer terhadap
kecemasan berbicara di depan umum pada remaja. Skripsi. Semarang: Fakultas.
Jazuli, M. 1994. Telaah teoritis seni tari. IKIP:
Semarang.
Monoharto, Goenawan, et.al.,2003.Seni Tradisional Sulawesi Selatan. Makassar: Lamacca
Press.
M. Zulham, Makna Simbol Tari Paduppa
(Tari Selamat Datang) Kota Palopo. Universitas Cokroaminoto Palopo Volume 3
Nomor 2, Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa dan Sastra ISSN 2443-3667.
Pelras, Christian.manusia bugis. Jakarta, Nalar bekerja
sama dengan forum Jakarta-paris, EFEO, 2005.
Samsiar,Cia. Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam kejidupan masyarakat Indonesia
sebagai sumber gagasan berkarya seni rupa. Sebuah artikel Jurnal.
Sartini, Menggali kearifan lokal Nusantara Sebuat Kajian Filsafati. Agustus
2004, Jili 37, NO.2.
Wawancara
melalui telepon oleh Nurul Ainun Eka Wahyuni, Mahasiswa jurusan Sendratasik,
Fakultas Seni dan Desain, Universitas Negeri Makassar pada Minggu, 8 Desember
2019 pukul 09.00 WITA.
Hasil wawancara melalui telepon,
Rusnayanti, Mahasiswa STAI Al-Gazali, Bulukumba, merupakan anggota sanggar seni
di Kabupaten Bulukumba pada Minggu, 8 Desember
2109 pukul 14.35 WITA.
[1]Anggota Racana Opu Dg. Risadju, Gugus Depan Kota Makassar 08.096
Pangkalan Universitas Negeri Makassar. Komunikasi
via email: mahdalena1612@gmail.com
[2]Goenawan
Monoharto, et.al.,2003.Seni Tradisional
Sulawesi Selatan. Makassar: Lamacca
Press, hal: 3
[3] Jazuli, M. 1994. Telaah teoritis
seni tari. IKIP: Semarang
[5] Andarningrum, Hapsari Dyannita,
2010. Pengaruh tari komtemporer terhadap
kecemasan berbicara di depan umum pada remaja. Skripsi. Semarang: Fakultas
[6] Christian Pelras, manusia bugis. Jakarta, Nalar bekerja
sama dengan forum Jakarta-paris, EFEO, 2005
[7] M. Zulham, Makna Simbol Tari Paduppa
(Tari Selamat Datang) Kota Palopo. Universitas Cokroaminoto Palopo Volume 3
Nomor 2, Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa dan Sastra ISSN 2443-3667
[8]Wawancara
melalui telepon oleh Nurul Ainun Eka Wahyuni, Mahasiswa jurusan Sendratasik,
Fakultas Seni dan Desain, Universitas Negeri Makassar pada Minggu, 8 Desember
2019 pukul 09.00 WITA.
[9] Hasil wawancara melalui telepon,
Rusnayanti, Mahasiswa STAI Al-Gazali, Bulukumba, merupakan anggota sanggar seni
di Kabupaten
Bulukumba pada
Minggu, 8 Desember 2019 pukul 14.35 WITA.
[10]Bossara, piring khas suku Bugis Makassar
di Sulawesi Selatan. Biasanya terbuat dari besi untuk sekarang ini yang di
lengkapi
dengan penutup,
serta di hiasi dengan pernak pernik pada penutupnya.
[11]Baju
bodo merupakan pakaian tradisional
dari suku Bugis, Sulawesi Selatan yang sekarang bisa digunakan pada acara
formal, dengan segala aksesorisnya. Biasanya tampil dengan warna yang cerah.
[12] M.Zulham. Op.Cit. Hal: 54-56
[13] Sartini, Menggali kearifan lokal Nusantara Sebuat Kajian Filsafati. Agustus
2004, Jili 37, NO.2
[14]Ibid.
[15] Hasil wawancara melalui telepon,
Rusnayanti, Mahasiswa STAI Al-Gazali, Bulukumba, merupakan anggota sanggar seni
di Kabupaten
Bulukumba pada
Minggu, 8 Desember 2109 pukul 14.35 WITA.
0 comments