Thursday, 4 December 2025

Saat Dunia Bingung, Indonesia Bergerak: Peran Kunci RI dalam Krisis Rohingya 2025

 Tahun ini, dunia kembali menoleh ke Asia Tenggara setelah isu Rohingya kembali mengemuka. Gelombang pengungsi yang kembali masuk ke wilayah Indonesia dan negara-negara tetangga seakan menjadi pengingat bahwa krisis kemanusiaan ini belum selesai. Namun di tengah kebingungan global, Indonesia menjadi salah satu negara yang justru bergerak dan mengambil posisi penting—baik melalui ASEAN maupun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sejak awal 2025, sejumlah laporan internasional menyebut bahwa kondisi pengungsi Rohingya di kamp-kamp penampungan semakin buruk. Ribuan dari mereka mencoba mencari perlindungan dengan mengarungi laut menggunakan kapal kecil. Beberapa di antaranya terdampar di Aceh dan Sumatera, membuat Indonesia kembali bersentuhan langsung dengan dampak krisis tersebut. Namun alih-alih menghindar, Indonesia justru memandang ini sebagai panggilan untuk memperkuat peran diplomasi regional dan globalnya.

Di ASEAN, Indonesia kembali tampil sebagai negara yang berani mengambil inisiatif. Setelah beberapa negara ASEAN memilih diam atau mengambil sikap “menjaga jarak”, Indonesia menghidupkan kembali upaya mendorong Five-Point Consensus—kerangka kerja yang disepakati ASEAN untuk menyelesaikan krisis Myanmar tanpa kekerasan. Indonesia melakukan diplomasi sunyi dengan berbagai aktor politik di Myanmar, mulai dari pihak militer, kelompok etnis bersenjata, hingga perwakilan masyarakat sipil. Pendekatan ini mungkin tidak terlihat mencolok, tetapi justru itulah kekuatannya: Indonesia bergerak ketika banyak negara lain memilih menunggu.

Tahun ini juga menegaskan betapa pentingnya peran Indonesia sebagai “penjaga stabilitas kawasan”. Situasi di Myanmar menimbulkan kekhawatiran bahwa konflik internal dapat menjalar ke negara-negara ASEAN lain, termasuk dalam bentuk arus pengungsi besar-besaran. Indonesia mendorong agar ASEAN tidak membiarkan isu ini menggerogoti solidaritas kawasan. Melalui berbagai pertemuan tingkat menteri dan pertemuan informal, Indonesia membantu menyatukan pandangan negara-negara anggota agar tetap berada pada satu garis kebijakan.

Ini penting, karena tanpa persatuan ASEAN, isu Rohingya mudah menjadi alat politik yang memecah negara-negara di Asia Tenggara.

Sementara itu, di tingkat global, Indonesia tidak berhenti di meja ASEAN. Di PBB, Indonesia berulang kali menyuarakan pentingnya melihat krisis Rohingya sebagai persoalan kemanusiaan yang membutuhkan solusi dunia. Dalam sidang-sidang Majelis Umum maupun komite-komite HAM, delegasi Indonesia menekankan bahwa penderitaan Rohingya bukan hanya angka statistik, tetapi nyawa manusia yang perlu dilindungi.

Yang membuat suara Indonesia kuat adalah rekam jejaknya. Selama puluhan tahun, Indonesia terlibat aktif dalam misi perdamaian PBB melalui Pasukan Garuda—mulai dari Timur Tengah hingga Afrika. Reputasi ini membuat negara-negara lain melihat Indonesia bukan sebagai pengamat, melainkan sebagai negara yang memahami kerja nyata di lapangan. Karena itu, ketika Indonesia mendorong lahirnya pernyataan-pernyataan resmi PBB mengenai perlindungan Rohingya, dunia lebih mudah mendengar.

Indonesia juga menjadi jembatan antara ASEAN dan dunia internasional. Ketika ASEAN terasa ragu berbuat banyak, Indonesia menyampaikan pandangan kawasan itu ke PBB, memastikan bahwa negara-negara besar tidak hanya melihat krisis ini sebagai urusan Myanmar semata, tetapi sebagai tragedi kemanusiaan yang harus ditangani bersama. Dalam banyak kesempatan, Indonesia menekankan pentingnya membuka akses bantuan internasional ke wilayah-wilayah yang paling terdampak, termasuk kamp pengungsian Rohingya di Bangladesh.

Di sisi domestik, Indonesia menindaklanjuti komitmen kemanusiaan ini dengan tetap menerima para pengungsi yang terdampar, meskipun situasi ekonomi dan keamanan dalam negeri juga menantang. Sikap ini menjadi bukti bahwa diplomasi kemanusiaan Indonesia tidak hanya berhenti di forum internasional, tetapi benar-benar diwujudkan dalam tindakan nyata.

Melihat perkembangan selama 2025, tampak jelas bahwa peran Indonesia dalam krisis Rohingya bukan sekadar “ikut serta”, tetapi menjadi salah satu penggerak utama upaya penyelesaian damai. Indonesia berperan sebagai mediator, penyeimbang, dan suara moral—tiga peran penting yang jarang bisa dilakukan sekaligus oleh negara lain di kawasan ini.

Di tengah dunia yang sering bingung menentukan sikap terhadap isu Rohingya, Indonesia justru menunjukkan arah. Dan di tengah tantangan besar kawasan, suara Indonesia menjadi pengingat bahwa diplomasi bukan hanya soal politik, tetapi soal kemanusiaan yang harus terus diperjuangkan.

Citizen Report: Juriasari

Editor: Humas UKM Pramuka UNM

Load disqus comments

0 comments