Wednesday 3 February 2021

TARI PADUPPA: KEARIFAN LOKAL PENYAMBUTAN TAMU RUMPUN BUGIS-MAKASSAR

Penari Paduppa UKM Pramuka UNM

TARI PADUPPA: KEARIFAN LOKAL PENYAMBUTAN TAMU RUMPUN BUGIS-MAKASSAR

Mahdalena[1] 

ABSTRAK

Artikel ini membahas tari Paduppa sebagai salah satu kearifan lokal Bugis-Makassar yang sering ditampilkan untuk menyambut tamu. Pembahasannya diarahkan pada sejarah tari Paduppa, substansi, relevansinya dalam kehidupan, serta nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal tari Paduppa. Dikatakan bahwa dahulu tarian ini ditarikan kepada raja-raja dalam suatu acara pesta adat dan perkawinan. Namun seiring perkembangan, tari Paduppa dapat ditampilkan pada event apapun dan bebas ditarikan siapa saja (perempuan). Tari Paduppa diiringi dengan musik khas, dibawakan oleh perempuan berbaju bodo, serta gerakan menabur beras dalam makna penghormatan kepada tamu.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian library research (penelitian pustaka), yaitu penelitian yang bersumberkan pada studi kepustakaan, dengan mengkaji buku-buku maupun karya ilmiah yang ada sebagai informasi untuk mencari penjelasan lebih lanjut mengenai permasalahan yang akan diteliti.

Kata Kunci : Paduppa, Kearifan Lokal, Budaya

PENDAHULUAN

Warna-warni budaya dan tradisi di Indonesia atas keanekaragaman dan keunikannya membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Berbagai budaya yang dimiliki suatu bangsa, baik tradisi, nilai-nilai budaya maupun adat-istiadat mempunyai jati diri dan keunikannya masing-masing. Budaya tentu sangat erat kaitannya dengan masyarakat, sebab masyarakat adalah pencipta sekaligus pewaris kebudayaannya sendiri.

Sulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah di bagian Timur Indonesia. Secara geografis, sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores, sebelah Tenggara dengan Teluk Bone dan sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah.Gunung-gunung dengan ketinggian yang bervariasi membentuk dataran tinggi di wilayah Bone, Maros, Enrekang dan Toraja. Keadaan alam dari topografi wilayah Sulawesi Selatan mempengaruhi ragam  budaya dan suku-suku yang ada.

Sulawesi Selatan dengan budayanya yang sangat kental berasal dari empat etnis asli yaitu Bugis, Makassar, Toraja, dan Mamasa. Masing-masing rumpun dari suku-suku yang menghuni Sulawesi Selatan tentu mempunyai perbedaan kebudayaan masing-masing. Rumpun suku Bugis dapat dikatakan sebagai rumpun terbesar di Sulawesi Selatan, mendiami wilayah Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai, Sidenreng Rappang, Barru, Pinrang, dan Pare-Pare. Sementara Pangkajene Kepulauan dan Bulukumba merupakan daerah peralihan yang juga dihuni oleh rumpun Makassar.[2]Sulit untuk memisahkan kedua rumpun ini, maka dari itu sering disebut Bugis-Makassar.

Kebudayaan  merupakan hasil karya cipta manusia. Budaya lahir dan berkembang di tengah masyarakat pendukungnya. Secara umum, kebudayaan lahir dari kesenian-kesenian lokal pada komunitas tertentu. Tak terkecuali di Sulawesi Selatan, banyak macam kesenian lokal yang hingga kini masih dapat dirasakan antara lain Mappadendang Ogi, Ma’badong, tari Pagellu, Genrang Ogi, Gandrang Bulo, upacara Mappande Banua, Suling Bulatta, upacara adat Gaukang, dan masih banyak lagi, baik upacara, tarian, maupun permainan. Dari semua kearifan lokal yang ada, inilah yang memperkaya khazanah tradisi yang melahirkan nilai-nilai sosial maupun kepercayaan yang menarik. Salah satu tradisi lokal yang yang seringkali disaksikan dalam pembukaan suatu acara ialah tarian Paduppa.  Tari Paduppa sebagai tari tradisional suku Bugis-Makassar yang identik dalam penyambutan tamu memiliki sejarah, nilai-nilai kearifan lokal serta relevansinya dalam kehidupan yang akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.

PEMBAHASAN

Sejarah Tari Paduppa

Tari adalah salah satu jenis gerak selain senam, bela diri, akrobatik, atau pantomime. Sebagai seni, tari memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan seni-seni lain. Seni tari secara umum memiliki aspek-aspek gerak, ritmis, keindahan, dan ekspresi. Selain itu, seni tari memiliki unsur-unsur ruang, tenaga, dan waktu. Ruang berhubungan dengan posisi, tingkatan, dan jangkauan.[3] Posisi berhubungan dengan arah hadap dan arah gerak. Arah hadap, seperti menghadap ke depan, ke belakang, serong kanan, dan serong kiri, arah gerak, contohnya menuju ke depan, ke belakang, memutar, atau zigzag. Tingkatan berhubungan dengan tinggi rendahnya posisi duduk dan level tinggi dengan posisi kaki dijinjitkan atau dengan meloncat-loncat. Jangkauan berhubungan dengan gerak yang panjang atau pendek, gerak yang besar atau kecil.[4] Tenaga sangat dibutuhkan dalam seni tari karena dengan tenaga, tari yang ditampilkan lebih kreatif, salian itu penghayatan dan pemaknaan juga sangat di perlukan.

Seni tari merupakan salah satu bentuk ungkapan pertunjukkan yang sudah lama keberadaannya atau telah hadir dari zaman dahulu dan berkembang hingga saat ini. Dahulu, seni tari menjadi bagian terpenting dari berbagai ritual kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan siklus hidup manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Hubungan dengan tingkah laku, khususnya individu, maupun sebagai ungkapan syukur, menolak ancaman bahaya gaib, baik dari luar maupun lingkungan sekitar, dan sebagai pengakuan bahwa yang bersangkutan telah menjadi warga baru dalam lingkungan sosialnya, misalnya seperti tarian dalam ritual kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian.[5] Paparan di atas sejalan dengan pendapat Soedarsono, mengungkapkan bahwa di lingkungan masyarakat Indonesia yang masih sengat kental nilai-nilai kehidupan agrarisnya, sebagian besar seni tari pertunjukannya memiliki fungsi ritual. Fungsi ritual itu bukan saja berkenaan dengan peristiwa dan hidup yang dianggap penting misalnya kelahiran, potong gigi, potong rambut pertama, turun tanah, khitan, pernikahan serta kematian, berbagai kegiatan dianggap penting juga memerlukan seni pertunjukan, seperti misalnya berburu, menanam padi, panen, bahkan sampai pula persiapan untuk perang.

Karena itu, fungsi, peranan dan jenis-jenisnya pun sangat berhubungan dengan masyarakat dan budaya setempat. Bahkan dalam perkembangannya, seni tari dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat dan budayanya. Fungsi dan peranan seni tari sebagai suatu kegiatan, seni tari memiliki beberapa fungsi, yaitu seni tari sebagai sarana upacara, seni tarisebagai hiburan, seni tari sebagai media pergaulan, seni tari sebagai penyaluran terapi, seni tari sebagai media pendidikan, seni tari sebagaipertunjukan, dan seni tari sebagai media penyucian rohani.

Sebagaimana yang di sebutkan dalam buku Cristian Pelras bahwa pada zaman dahulu para orang orang terdahulu menghibur dirinya dengan menyayi dan menari-nari walupun iya kadang  menari tarian sere Maloku, namun demikian tidak ada teks secara pasti bagaimana tradisi menari ini terlebih lagi mengenai pembacaan naskah yang beriraman sebagai mana tradisi massure dalam la galigo.  Ini lah merupakan buktih bahwa tari-tarian sudah ada sejak abat ke sebelum abad ke 20.[6] Sehingga masyarakat Bugis-Makssar khususnya, memiliki beragam jeni tari-tarian seperti misalnya tari gandrang bulo, tari pakarena, tari ma’badong, tari pa’gellu, tari kipas dan tari paduppa.[7] Jenis tarian yang di sebut terahir merupakan tarian asli Bugis Makassar yang di selenggarakan untuk menyambut seorang, baik dalam pesta adat ataupun acara formal dan non formal. Tari paduppa biasanya dilakukan oleh beberapa orang dengan jumlah ganjil yang di iringi dengan musik asli tradisional Bugis-Makassar.[8] Pertunjukan seni tari paduppa sebelumnya di sakralkan tapi seiring dengan perkembangan zaman sudah mulai di lakukan mulai dari event kecil sampai pada event nasional bahkan ditampilkan dalam pergelaran internasional.[9]

Tari paduppa merupakan salah satu tari yang sangat indah dipandang dan memiliki banyak makna yang terkandung, namun tidak semua orang mengetahuinya, sebab adanya perbedaan pemahaman mengenai tari paduppa di setiap tempat.Selain itu, tarian ini menggunakan bossara,[10]sebagai alat pelengkap yang digunakan pada saat melakukan tarian ini dengan menabur beras.Pengetahuan masyarakat akan tari paduppa masih kurang, terutama pada anak remaja masa kini, zaman yang sudah modern dengan kecanggihan teknologi membuat tari-tari tradisional tertinggal dengan adanya dance. Seharusnya kita sebagai penerus atau pelestari identitas kebudayaan tari itu sendiri patut melestarikan tari-tari tradisional ini sebagai bagian dari kearifan lokal daerah.

Tari paduppa pada awalnya di gunakan untuk menjamu khusus bagi raja-raja dan tamu agung saja pada pesta adat maupun pesta perkawinan. Tarian inipun hanya dapat dibawakan oleh wanita dari keturunan bangsawan. Namun seiring waktu, tarian ini diselenggarakan pada acara apapun, baik penyambutan tamu, khitanan, pesta pernikahan, dan kegiatan lainnya. Terlebih tarian ini dapat dinikmati dan dilakukan oleh siapa saja (wanita). Tarian ini dilakukan dengan menggunakan baju bodo[11]dan segala aksesoris khas baju adat Bugis seperti kalung, anting, gelang, dan bando.untuk mengetahui makna tari Paduppa sebaiknya kita harus mengetahui dahulu apa makna dari lagu Ongkona Sidenreng, karna tari Paduppa sebenarnya berasal dari lagu tesebut. Lagu Ongkona Sidendreng merupakan makna dari tari paduppa,[12]tetapi dalam memainkan atau mementaskan tari paduppa hanya diiringi dengan instrumen musik saja, tidak dengan menyanyikan lagu tersebut.

Lirik lagu ongkona sidenreng:

Tenna bo ri ulunna

Alla tenna bosi

Tenna bosi ri ulunna

Na lempe ri to’danna

Na lempe ri to’danna

Na mali lebbae

Na mali lebbae

Iya lebba mutaroe

Alla iya lebba

Iya lebbe mutaroe

Tassape teng malulu

Tassape teng malulu

Nateya lajo unga

Naeya lajo unga

Lajo unga ri sesasi

Alla lajo unga

Laju unga ri sesasi

Sabbe siri jaisi

Sabbe siri jaisi

Na baru paimeng

Na baru paimeng

Mau ribaru paimeng

Alla mau ribarul

Mau ribaru paimeng

Teng pada-pad tona

Teng pad-pada tona

Ri munga melle’na

Ri munga melle’na

 

Arti lagu ongkona sidenreng

“Andaikan hujan di gunung, maka hujanlah, banjir di muara menghajutkan kotoran-kotoran, persis yang kamu simpan itu yang kamu simpan, tidak rusak dan tidak kotor serta tidak kusut, kain yang robek maka jahitlah, sampai kelihatan bagus kembali, biar sudah bagus dilihat bagus tidak sama juga saat pertama muncul”

Jika dilihat dari arti dari lagu tersebut tidak ada keterkaitanya sama sekali tapi kita lihat dari makna dari lagu tersebut. Lagu Ongkona Sidenreng memiliki hentakan-hentakan yang ceria sedangkan dari segi kepribadian penari yang membawakan tari Paduppa dengan senyuman harapan tamu-tamu yang disambutnya bisa meninggalkan sifat-sifat yang buruk dan hal-hal yang baik bias menghampiri atau mendatangi kehidupan para tamu. Mengenai kapan pertamakali tari paduppa diciptakan dan diselenggarakan, tidak ada sumber yang pasti. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tari paduppa merupakan tarian khas Bugis-Makassar yang sudah berkembang dan dikenal.

Kearifan Lokal Tari Paduppa

            Kearifan Lokal menurut kamus, terbagi atas dua kata yaitu kearifan (wisdom) yang artinya kebijaksanaan dan lokal (local) yang artinya setempat, sehingga kearifan lokal dapat di pahami sebagai gagasan setempat yang bersifat bijaksana, yang penuh nilai-nilai yang diyakini dan ditaati oleh masyarakatnya. Sartini dalam menggali kearifan lokal melalui kajian fisafat menggali tentang local genius sebagai local wisdom.[13] Sehingga dalam local genius harus ada unsur-unsur sebagai berikut:

1.      Dapat bertahan dari budaya atau pengaruh dari budaya luar.

2.      Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur yang dapat merupakan budaya asli

3.      Mempunyai kemanpuan mengintegrasikan unsur budaya kedalam budaya asli

4.      Mampu mengendalikan perkembangan.

5.      Mampu mengarahkan perkembangan budaya.[14]

            Setiap daerah pasti memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dan memiliki cara tersendiri dalam menjaga keutuhan budaya mereka agar tetap menjadi local genius, sehingga bisa menjadi budaya yang memiliki kearifan lokal yang sangat berpengaruh dalam masyarakat di tempat tersebut. Dalam masyarakat Bugis-Makassar sendiri banyak tradisi yang dapat dikaji nila-nilai kearifan lokalnya, mulai dari upacara adat, seni musik, permainan tradisional, dan seni tari yang beraneka ragam.

            Tari paduppa merupakan bagian dari budaya masyarakat Sulawesi Selatan secara umum dan masyarakat Bugis-Makassar pada khususnya yang tidak dapat dipisahkan yang diwariskan secara turun-temurundari satu generasi kegenerasi melalui pengajaran dan pemahaman atas tari paduppa. Di dalam tari ini memiliki makna penghormatan kepada raja, tamu raja, dan orang orang yang di hadapkan dengan tarian ini, walaupun demikian dilihat sekarang ini tidak bisa dipungkiri sebahagian masyarakat Bugis-Makassar tidak lagi dapat memahami makna yang ada dibalik megahnya penampilan tari paduppa. Tidak adanya keseriusan pemahaman tentang makna dalam menghayati setiap gerakanya, dan yang terpenting ingin mempelajari tari tersebut.Menurut para informan, tari paduppa pada zaman dahulu hanya bisa dibawakan oleh wanita yang merupakan keturunan bangsawan saja, tetapi dengan berkembangnya waktu tari paduppa hingga saat ini bisa ditarikan oleh siapa saja asalkan dia wanita karena tidak ada penari paduppa itu lakilaki.[15] Sehingga perempuan yang berperang sangat penting dalam tarian ini.

            Posisi tari paduppa sekarang ini sudah terkenal meluas, bahkan di pentaskan dalam event internasional. Sehingga dengan posisinya sekarang ini membuat eksistensi tarian paduppa menjadi dikenal luas. Keberhasilan orang-orang yang menyampaikan pesan tersirat dalam tari paduppa dikatakan sukses ketika membuat para penikmat seni itu kagum dan mampu memahami pesan yang ingin di sampaikan oleh penari. Masyarakat Bugis-Makassar menjaga tari paduppa dengan cara menampilkan kepada publik bahwa ini tari paduppa asli berasal dari suku Bugis Makassar, dengan tetap menjaga keaslian gerak tari paduppa.

Relevansi Tari Paduppa dan pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-hari

            Berbicara relevansi tari paduppa, sebenarnya menggajarkan kita bagaiamana menjamu, menghormati seseorang yang datang atau seorang pemimpin.Sebagaimana yang menjadi pesan-pesan dalam Bugis Makassar, mengajarkan kita menghargai orang-orang yang datang atau pemimpin dan merajakan tamu. Bukan lagi hal yang baru dalam Bugis Makassar mengenai tatanan pangadereng terlebih lagi setelah masuknya Agama Islam dan ditambahkan Sara’, sehingga merubah seluruh tatanan masyarakat Bugis Makassar. Secara umum salah satu dasar unsur Pangaderreng antara lain asas mappallaiseng. Yang diwujudkan dalam manifestasi Ade’ untuk memberikan batas-batas yang jelas tetang hubungan antara manusia dan lembaga-lembaga sosialnya, sehingga masyarakat terhindar dari ketidaktertiban, kekacauan dan lain-lain.

Dalam asas ini di ajarkan bagaimana hubungan antara manusia dan lembaga-lembaga sosial, agar setiap masyarakat mampu hidup rukun dan tidak timbul kekacauan, sehingga salah satu untuk menjaga kesopanan terhadap orang lain terlebih lagi terhadap seorang tamu. Dalam masyarakat Bugis Makassar. Selain itu tari ini dilihat dari nilai keindahan, menampilkan para wanita cantik Bugis Makassar dalam membawakan tari-tarian pada umumnya dan tari paduppa pada Khususnya. . Fungsi dan peranan tari Paduppa sebagai suatu kegiatan, tari ini memiliki beberapa fungsi, yaitu tari paduppa sebagai sarana upacara, taripaduppa sebagai hiburan, tari paduppa sebagai media pergaulan, tari paduppa sebagai penyaluran terapi, seni tari sebagai media pendidikan,  tari paduppa sebagaipertunjukan, dan tari paduppa sebagai media penyucian rohani.

Kesimpulan

Sebagai salah satu kearifan lokal budaya Sulawesi Selatan, tari paduppa telah berkembang dari penggunaannya yang khusus untuk menyambut raja, kemudian sekarang bahkan dapat ditampilkan dalam event apapun. Nilai penghormatan kepada sesama, terutama pemimpin merupakan nilai yang paling menonjol dalam makna tari paduppa. Merajakan tamu adalah nilai kebudayaan Bugis-Makassar yang masih berkemmbang hingga saat ini.

Daftar Rujukan

Andarningrum, Hapsari Dyannita, 2010. Pengaruh tari komtemporer terhadap kecemasan berbicara di depan umum pada remaja. Skripsi. Semarang: Fakultas.

Jazuli, M. 1994. Telaah teoritis seni tari. IKIP: Semarang.

Monoharto, Goenawan, et.al.,2003.Seni Tradisional Sulawesi Selatan. Makassar: Lamacca Press.

M. Zulham, Makna Simbol Tari Paduppa (Tari Selamat Datang) Kota Palopo. Universitas Cokroaminoto Palopo Volume 3 Nomor 2, Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa dan Sastra ISSN 2443-3667.

Pelras, Christian.manusia bugis. Jakarta, Nalar bekerja sama dengan forum Jakarta-paris, EFEO, 2005.

Samsiar,Cia. Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam kejidupan masyarakat Indonesia sebagai sumber gagasan berkarya seni rupa. Sebuah artikel Jurnal.

Sartini, Menggali kearifan lokal Nusantara Sebuat Kajian Filsafati. Agustus 2004, Jili 37, NO.2.

Wawancara melalui telepon oleh Nurul Ainun Eka Wahyuni, Mahasiswa jurusan Sendratasik, Fakultas Seni dan Desain, Universitas Negeri Makassar pada Minggu, 8 Desember 2019 pukul 09.00 WITA.


Hasil wawancara melalui telepon, Rusnayanti, Mahasiswa STAI Al-Gazali, Bulukumba, merupakan anggota sanggar seni di Kabupaten Bulukumba pada Minggu, 8 Desember 2109 pukul 14.35 WITA.



[1]Anggota Racana Opu Dg. Risadju, Gugus Depan Kota Makassar 08.096 Pangkalan Universitas Negeri Makassar. Komunikasi via email: mahdalena1612@gmail.com

[2]Goenawan Monoharto, et.al.,2003.Seni Tradisional Sulawesi Selatan. Makassar: Lamacca Press,  hal: 3

[3] Jazuli, M. 1994. Telaah teoritis seni tari. IKIP: Semarang

 

[5] Andarningrum, Hapsari Dyannita, 2010. Pengaruh tari komtemporer terhadap kecemasan berbicara di depan umum pada remaja. Skripsi. Semarang: Fakultas

[6] Christian Pelras, manusia bugis. Jakarta, Nalar bekerja sama dengan forum Jakarta-paris, EFEO, 2005

[7] M. Zulham, Makna Simbol Tari Paduppa (Tari Selamat Datang) Kota Palopo. Universitas Cokroaminoto Palopo Volume 3 Nomor 2, Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa dan Sastra ISSN 2443-3667

[8]Wawancara melalui telepon oleh Nurul Ainun Eka Wahyuni, Mahasiswa jurusan Sendratasik, Fakultas Seni dan Desain, Universitas Negeri Makassar pada Minggu, 8 Desember 2019 pukul 09.00 WITA.

[9] Hasil wawancara melalui telepon, Rusnayanti, Mahasiswa STAI Al-Gazali, Bulukumba, merupakan anggota sanggar seni di Kabupaten Bulukumba pada Minggu, 8 Desember 2019 pukul 14.35 WITA.

[10]Bossara, piring khas suku Bugis Makassar di Sulawesi Selatan. Biasanya terbuat dari besi untuk sekarang ini yang di lengkapi dengan penutup, serta di hiasi dengan pernak pernik pada penutupnya.

[11]Baju bodo merupakan pakaian tradisional dari suku Bugis, Sulawesi Selatan yang sekarang bisa digunakan pada acara formal, dengan segala aksesorisnya. Biasanya tampil dengan warna yang cerah.

[12] M.Zulham. Op.Cit. Hal: 54-56

[13] Sartini, Menggali kearifan lokal Nusantara Sebuat Kajian Filsafati. Agustus 2004, Jili 37, NO.2

[14]Ibid.

[15] Hasil wawancara melalui telepon, Rusnayanti, Mahasiswa STAI Al-Gazali, Bulukumba, merupakan anggota sanggar seni di Kabupaten Bulukumba pada Minggu, 8 Desember 2109 pukul 14.35 WITA.

Load disqus comments

0 comments